Langsung ke konten utama

Ada Apa dengan Opini Jokowi The King of Lip Service?



Oleh : Tiara Lst

(Ketua KOPRI PMII STAI HAS)

Akhir-akhir ini sosial media digemparkan oleh meme dan opini yang diposting oleh BEM Universitas Indonesia melalui akun twitternya pada hari sabtu, 26 juni 2021. Meme yang berisikan foto Presiden Jokowi memakai mahkota, berlatar belakang bibir dan bertuliskan 'Jokowi: The King of Lip Service' tersebut berisikan kritikan terhadap kepemimpinannya selama menjadi presiden yang kerap kali mengobral janji tetapi seringkali kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.

Sebelum membaca tulisan ini lebih jauh mari kita buang permusuhan dimasa lalu antara cebong dan kamvret, sebab saat ini sudah tahun 2021 dan sudah seharusnya kita bisa move on dari 2019, dimana tidak lagi berbicara sebagai cebong atau kamvret, tetapi sebagai rakyat Indonesia yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawal pemerintahan dan wakil-wakil rakyat yang memenangkan kontestasi pemilu beberapa tahun silam.

Mari membaca tulisan ini berdasarkan sudut pandang yang objektif, mengakui yang benar itu benar dan yang salah itu salah.

The King of Lip Service, begitulah kira-kira BEM UI memberikan julukan kepada Presiden Jokowi karena banyak sekali kebijakan Jokowi yang bertolak belakang dengan janji-janjinya. Mulai dari pernyataannya yang meminta didemo, tetapi faktanya banyak sekali demonstran yang ditangkap dan dihalang-halangi ketika melakukan aksi. Kemudian UU ITE yang dijanjikan akan direvisi tetapi rencana revisi tersebut malah merepresi kebebasan berekspresi dan justru malah mencederai demokrasi. Sampai kepada upaya-upaya pelemahan KPK yang semulanya dijanjikan akan diperkuat, faktanya justru sebaliknya. Misalnya undang-undang yang direvisi, Firli Bahuri sebagai ketua KPK banyak kontroversi dan adanya Tes Alih Status ASN.

Namun ternyata meme dan narasi yang diposting BEM UI mendapatkan banyak sekali pro dan kontra dari masyarakat, bahkan dari pihak kampusnya sendiri. Pihak UI beranggapan bahwa presiden merupakan simbol negara dan meme yang posting oleh BEM UI telah melecehkan simbol negera sehingga kritiknya dianggap tidak beretika.

Pihak kampus bahkan sampai memanggil BEM UI dan meminta untuk menghapus postingan tersebut. Padahal seharusnya pihak kampus tidak perlu sampai melakukan pemanggilan, karena hal tersebut justru membuat mahasiswa seperti kehilangan kebebasan berekspresi yang justru dapat mencederai cita-cita reformasi.

Sebetulnya meme dan narasi yang dibangun oleh BEM UI masih dalam batas wajar karena tidak ada gambar maupun narasi yang menyerang secara personal, tetapi lebih kepada menagih janji-janji Jokowi sebagai presiden. Sebagai mahasiswa dan warga negara tentunya kritik dari BEM UI merupakan salah satu bentuk pengawalan terhadap pemerintah atas kinerja dan kebijakannya, sebab sebagai agent of social control mahasiswa harus jeli terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, karena sekecil apapun kebijakannya pasti memiliki dampak yang besar bagi masyarakat.

Pihak kampus seharusnya tidak usah menghalang-halangi mahasiswa menjalankan perannya. Pihak kampus dan masyarakat seharusnya lebih melihat substansi dari kritikan yang dilayangkan, sehingga bisa menjadi evaluasi bagi pemerintah terkhusus presiden sebagai sasaran utama kritikan tersebut. Sebab jika dilihat dari substansi kritikan tersebut argumen BEM UI jelas berdasar dan sesuai fakta. Meski begitu, pendukung fanatiknya Jokowi terus membela dengan dalih Jokowi adalah manusia biasa yang kepemimpinannya tidak sempurna,  janji jokowi sebagian sudah terealisasi, masih ada tiga tahun lagi untuk merealisasikan yang belum terealisasi, dan lain-lain. Ya, hal tersebut memang betul. Tetapi sebagai masyarakat yang sudah dijanjikan yang menaruh harapan besar kepada yang membual janji, tentunya berhak untuk menagih janji tersebut. Kemudian ini bukan hanya perihal menagih janji yang belum terealisasi, tetapi menagih janji yang realisasinya bertolak belakang dari apa yang dijanjikan. Bukankah sebagai warga negara mempunyai hak untuk mengingatkan kembali?

Jika memang berniat merealisasikan janjinya seharusnya dapat memberikan jawaban 'kapan janji tersebut akan terealisasi? Sudah sejauh mana upaya yang dilakukan untuk merealisasikan janji-janjinya? Mengapa banyak janji yang realisasinya bertolak belakang dengan yang dijanjikan? dan apa langkah yang akan diambil pasca kritikan ini?' Jadi santai saja, tidak usah berlebihan dan memancing perdebatan kosong yang tidak berujung pada solusi. Belajarlah dewasa dalam berdemokrasi. Jangan menutup mata terhadap apa yang memang salah. Akui apa yang memang kurang tepat dan seharusnya tidak boleh terjadi.

Namun, meski begitu perlu diakui sikap yang diambil Presiden Jokowi dalam menanggapi kritikan tersebut cukup bijaksana. Beliau menanggapinya dengan santai dan memaklumi kebebasan berekspresi yang dilakukan, sehingga setidaknya bisa meredam sedikit emosi dari beberapa pendukung fanatiknya yang tidak terima jika Jokowi dikritik. Meski disisi lain pernyataannya perihal kritik dengan sopan santun pun masih ambigu dan multi tafsir.

Namun saya berharap viralnya meme dari BEM UI ini tidak dianggap angin lalu oleh Presiden dan tidak menghilangkan substansi dari kritikan yang ingin disampaikan.

Saya berharap masyarakat juga bisa bijaksana dalam menyikapi dan tidak mudah terprovokasi jika ada yang berusaha mengambil peluang untuk menunggangi kritikan tersebut. Fokus pada substansi apa yang dikritisi, serta tetap mendukung kebijakan pemerintah yang memang baik dan mengawal semua kebijakannya agar tetap berpihak kepada rakyat. Kritisi apa yang memang perlu dikritisi. Kritik tanpa menjatuhkan dan kritik untuk membangun.


Cikarang, 1 Juli 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Hukum Acara Perdata (M. Yahya Harahap, S.H.)

Nama: Abdul Rozzaq Annur Kurniawan Syawal  Prodi: Hukum Ekonomi Syariah  Judul buku : Hukum Acara Perdata Penulis : M. Yahya Harahap,S.H. Tebal buku : 1018 halaman Tahun terbit : 2019 Buku ini menjelaskan semua poin-poin penting yang harus seseorang ketahui ketika sedang mempelajari hukum acara perdata, di dalamnya memuat hal-hal penting dan buku ini bisa menjadi refrensi penunjang bagi para penggiat ataupun mahasiswa yang akan menjadi atau memiliki gelar Sarjana Hukum {S.H}. Dalam buku ini terdapat 17 bab dengan pembahasan nya tersendiri, pembagian nya antara lain, yaitu : ruang lingkup suara khusus, gugatan permohonan atau gugatan voluntair, ruang lingkup permasalahan gugatan kontentiosa, masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berjalan, lingkup gugatan citizens lawsuit, preejudicieel geschil, gugatan perwakilan kelompok, kekuasaan mengadili, tatacara pengadilan dan proses mendahuluinya, putusan akta perdamaian dalam rangka sistem mediasi, penyitaan, proses ac...

Aku Juga Ingin Bahagia Seperti Mereka yang Memiliki Seorang Ayah dan Ibu

Cerpen By : Selvi Nidia Rizki (anggota PMII Stai Has) Di sebuah desa yang terhimpit kota, hiduplah seorang anak bernama Maryam. Maryam adalah gadis kecil yang ceria, namun di balik senyumannya yang manis, Maryam menyimpan kesedihan yang mendalam. Sejak kecil, Maryam tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah dan Ibu. Maryam tinggal bersama nenek, neneknya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Maryam, namun kehilangan sosok ayah dan ibu terasa seperti lubang besar di hatinya yang sulit diisi. Setiap pagi Maryam melihat teman-temannya pergi ke sekolah diantar oleh ayah mereka. Saat waktu istirahat, ia melihat mereka bermain dan bercerita tentang ayah dan ibu masing-masing dengan penuh kebanggaan, Maryam hanya bisa tersenyum tipis, menyembunyikan rasa iri dan kesedihan yang menyelinap di hatinya. Suatu hari, di sekolah guru Maryam meminta semua murid untuk menggambar keluarga mereka, anak-anak dengan riang menggambar ayah, ibu, dan saudara-saudara mereka. Namun, Rani hanya menggambar ia ...

Ayat – Ayat Gender (SIG : Kelompok 2)

RTL SEKOLAH ISLAM GENDER PK PMII STAI HAS 2024 Penulis: 1. Muhammad Zaenal 2. Dewi Supraba 3. Mela Salsabila 4. Rahma Amalia PENDAHULUAN Istilah gender mulai popular pada pertengahan abad ke-20, yaitu pada tahun 1977 M. Di dalam Women‟s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep  kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan  karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Isu gender membuat ruang gerak perempuan tidak seluas laki-laki dalam kehidupan  bermasyarakat ataupun kehidupan berumah tangga. Perempuan sering digolongkan sebagai makhluk nomor dua setelah laki-laki, baik itu diranah domestik ataupun public yang termasuk dalam ranah keluarga, pendidikan, politik, ataupun ketenagakerjaan. Hal itu sudah menjadi bentuk pemikiran yang sudah tertanam sejak lama pada kultur budaya masyarakat atau bisa disebut dengan budaya patriarki.  Adanya perbedaan antar...