Langsung ke konten utama

Esensi Belajar dalam Proses Perjalanan Kaderisasi


Oleh : Tiara Lst

(Ketua KOPRI PMII STAI HAS)

Kaderisasi adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader (KBBI).

Pengkaderan tidak lain adalah suatu proses pembentukan karakter seseorang agar sepaham dengan idelogi suatu kelompok, menumbuhkan aspek-aspek kepribadian seseorang menuju arah yang lebih bijak dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan agar terciptapnya regenerasi yang kelak akan berjalan bersama untuk mencapai tujuan kelompok tersebut.

Berbicara tentang kaderisasi yaitu berbicara tentang organisasi. Dalam hal ini adalah PMII.

PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) adalah salah satu organisasi kemahasiswaan yang berdiri pada tanggal 17 April 1960 di Surabaya serta berlandaskan keislaman dan keindonesiaan.

PMII merupakan salah satu organisasi yang menjadi wadah dalam pengembangan intelektual dan potensi diri lainnya.

Dalam proses perjalanan saya, PMII turut andil memberikan kontribusi yang sangat besar didalam hidup.

PMII menjadi wadah untuk belajar, belajar dan terus belajar. Belajar dalam hal ini bukan hanya sekedar kajian materi tertentu, tetapi banyak hal. Berdiskusi itu belajar. Memecahkan masalah itu belajar. Memahami karakter orang lain itu juga belajar. Bahkan hal sesederhana silaturahim, itu juga bagian dari belajar.

Dalam upaya kaderisasi, sangat perlu memperluas paradigma mengenai esensi belajar. Karna motivasi belajar tidak akan tumbuh selama kita memaknai kata belajar sesempit mempelajari sebuah materi a, b,  c, dan seterusnya. Sehingga dalam berproses, kita tidak antipati dengan kata belajar.

Perjalanan saya dalam belajar dan berproses di PMII terasa amat singkat, padahal jika dilihat dari hitungan angka, saat ini hampir 3 tahun saya berPMII.

Awal perjalanan saya berproses dimulai ketika MAPABA tahun 2018. Dilanjut PKD tahun 2019, SIG tahun 2019 dan SKK 2021.

Dari tiap-tiap jenjang kaderisasi formal yang saya ikuti, ada banyak sekali perbedaan proses belajar didalamnya.

Ketika MAPABA yang saya rasakan, belajar hanya sebatas proses dari yang tidak tau menjadi tau. Seperti membaca, berdiskusi dan mengemukakan opini mengenai suatu hal.

Meningkat ke PKD, pemahaman saya tentang belajar menjadi bertambah. Bahwa memecahkan suatu masalah juga bagian dari belajar. Belajar untuk menganalisis akar permasalahan, menemukan solusi dan proses menyikapi masalah dengan bijak dan dewasa. Begitupun seterusnya saat SIG dan SKK. Pemahaman saya tentang esensi belajar semakin meningkat seiring bertambahnya proses dan pengalaman yang saya alami.

Kamu yang membaca tulisan ini jangan sampai memilki pemikiran untuk tidak mau melanjutkan jenjang kaderisasi, karna khawatir menjumpai masalah. Yang namanya masalah pasti akan kita jumpai kapanpun dan dimanapun selama kita hidup. Bedanya ketika kamu berorganisasi, maka kamu akan mendapat bekal dan pelatihan sebelum menghadapi masalah sesungguhnya didalam hidup. Saat berorganisasi kita akan menyelesaikan masalah bersama, sehingga akan menemukan banyak perspektif dalam menyelesaikan dan menyikapi sebuah masalah. Berbeda jika tidak berorganisasi, maka dalam penyelesaian dan penyikapan sebuah masalah kita hanya akan menerima beberapa perspektif yang terbilang sedikit (baca : tergntung circle) bahkan cenderung individualis.

Dalam perjalanan kaderisasi, saya menjumpai banyak sekali manusia dengan berbagai macam karakter. Ketika kita memahami esensi belajar dengan sempit, kemudian menjumpai banyak karakter, maka yang timbul adalah antipati atau kebencian jika salah satu karakter tidak sesuai dengan apa yang kita ingin.

Tetapi jika makna belajar diperluas, maka kita akan belajar cara menyikapi, startegi pendekatan, kekurangan dan kelebihan pada setiap karakter. Sehingga kemudian hal-hal yang sifatnya baik bisa diadopsi untuk diri sendiri dan hal-hal yang sifatnya kurang baik bisa dijadikan pembelajaran.

Dari proses perjalanan dan pengalaman hidup, saya memaknai bahwa setiap hal adalah belajar, setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah.

Namun jika berbicara perjalanan dan korelasinya dengan belajar, maka tulisan ini amat teramat singkat bagi saya, karena ada banyak hal yang tidak cukup untuk ditulis dan tidak semua hal bisa diungkapkan.

Sampai saat ini saya mencintai proses perjalanan kaderisasi saya. Meskipun rumit dan berliku, karna saya menjalaninya dengan rasa cinta maka saya merasa senang dan tidak ada beban. Meskipun tidak dapat dipungkiri, ada fase dimana saya merasa memiliki beban yang sangat berat dan fase jenuh ingin istirahat. Fase-fase tersebut adalah hal yang biasa dan wajar. Tetapi percayalah fase itu pasti tidak akan bertahan lama, pasti ada masanya untuk berlalu kemudian kembali dan berlalu lagi. Semua itu tinggal bagaimana kita menyikapinya. Jika lelah, maka beristirahatlah untuk meraih energi baru dan bersemangat kembali, yang terpenting jangan pernah berhenti untuk berproses dan terus belajar.


Cikarang, 15 April 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Hukum Acara Perdata (M. Yahya Harahap, S.H.)

Nama: Abdul Rozzaq Annur Kurniawan Syawal  Prodi: Hukum Ekonomi Syariah  Judul buku : Hukum Acara Perdata Penulis : M. Yahya Harahap,S.H. Tebal buku : 1018 halaman Tahun terbit : 2019 Buku ini menjelaskan semua poin-poin penting yang harus seseorang ketahui ketika sedang mempelajari hukum acara perdata, di dalamnya memuat hal-hal penting dan buku ini bisa menjadi refrensi penunjang bagi para penggiat ataupun mahasiswa yang akan menjadi atau memiliki gelar Sarjana Hukum {S.H}. Dalam buku ini terdapat 17 bab dengan pembahasan nya tersendiri, pembagian nya antara lain, yaitu : ruang lingkup suara khusus, gugatan permohonan atau gugatan voluntair, ruang lingkup permasalahan gugatan kontentiosa, masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berjalan, lingkup gugatan citizens lawsuit, preejudicieel geschil, gugatan perwakilan kelompok, kekuasaan mengadili, tatacara pengadilan dan proses mendahuluinya, putusan akta perdamaian dalam rangka sistem mediasi, penyitaan, proses ac...

Perempuan dengan Tantangan dan Kemajuan

  Oleh : Putri Nilam Cahya Ramadan Direktur Lembaga Kepenulisan STAI Haji Agus Salim Sebagai perempuan yang menyadari betul seberapa pentingnya peran yang kita miliki, tentu saja tidak lepas dari banyaknya tantangan yang harus di hadapi, tidak sedikit pula stigma negatif di dalam masyarakat yang masih memandang perempuan sebagai makhluk nomer dua, di anggap bertentangan dengan tradisi, di nilai tidak layak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki laki, ruang gerak yang cenderung di persempit, serta di anggap tidak pantas berkontribusi dalam berbagai bidang. Kalau kata mba Najwa Sihab “Harga diri tidak di tentukan oleh oranglain melainkan berdasarkan pengenalan atas diri sendiri, tau kekuatan dan kekurangan sendiri.” Tidak ada yang lebih mengenal diri kita sebagai perempuan kalau bukan kita sendiri, oleh karena itu menjadi sangat penting bagi perempuan untuk bisa berdaya dan mempu berdiri di kaki sendiri tanpa bergantung pada siapapun. Hal ini di perkuat dengan i...

Mengulik Falsafah Puasa Menurut Aristoteles

  Oleh : Rifky Nurkarim (Anggota Wakil Ketua 1 Bidang Kaderisasi) Puasa adalah sebuah perjalanan spiritual yang menyucikan jiwa dan merenungkan rahmat-Nya. Menahan diri dari makan dan minum, berpuasa bukan sekadar menahan perut yang lapar. Tetapi sebuah latihan untuk menguasai diri, dan menggapai puncak kebahagiaan yang sejatinya bisa dirasakan oleh semua orang disetiap detik yang kita tahan, kita temukan kekuatan dalam kesederhanaan. Puasa mengajarkan arti kesabaran dan menguatkan ikatan batin dengan Sang Pencipta. Dalam sahur dan berbuka, kita berkumpul, berbagi nikmat dalam kebersamaan yang indah. Puasa mempersatukan hati yang penuh gembira dan menyuburkan kasih yang tiada tara. Berbicara tentang puasa ada pandangan tersendiri menurut Aristoteles, seorang filosof yang lahir pada tahun 384 SM di Stagria, sebuah kota di Thrace Yunani. Dalam perspektifnya Aristoteles berpendapat bahwa puasa merupakan metode untuk mencapai kebahagiaan yang ditawarkan oleh agama Islam. Karena d...