Langsung ke konten utama

Meluruskan Mispersepsi tentang Kesetaraan Gender

 

Oleh : Tiara Lst

(Ketua KOPRI PMII STAI HAS)

Kesetaraan adalah tentang penggunaan sikap 'saling' disetiap sisi kehidupan. Saling menghargai, saling mengasihi, saling menghormati, saling mendukung, saling memuliakan, saling memahami, dan seterusnya.

Banyak yang mispersepsi terhadap seseorang yang vokal terhadap kesetaraan. Padahal setara bukan berarti sama. Setara itu sejajar, seimbang, dalam hal ini adalah tentang kedudukan.

Seharusnya setiap kita bisa berfikir mengapa sampai ada gerakan-gerakan perempuan yang banyak menyuarakan kesetaraan?

Kita tau bahwa di dunia ini berlaku hukum kausalitas (hukum sebab akibat). Jika banyak perempuan yang menuntut kesetaraan, artinya perempuan merasa diperlakukan tidak adil, termarjinalkan, bahkan terdiskriminasi. Sebab tidak akan ada gerakan-gerakan kebangkitan jika sebelumnya tidak ada penindasan.

Jika ditempatmu perempuan sudah terlihat merdeka, diberikan banyak ruang, diperlakukan dengan adil dan terhormat, jangan melihat hanya dari satu sisi saja. Jangan menutup mata tentang data kasus kekerasan terhadap perempuan yang angkanya masih tinggi. Jangan menutup telinga tentang stigma-stigma negatif terhadap perempuan yang masih mengudara di kalangan masyarakat.

Jika perempuan mengalami pelecehan yang dihakimi adalah perempuan, padahal ia adalah korban. Jika perempuan berselingkuh, perempuan yang yang menjadi sasaran bullying, padahal selingkuh adalah kesalahan dari kedua belah pihak.

Perempuan menjadi korban berkali-kali lipat, baik atas kesalahan yang ia lakukan sendiri juga kesalahan yang bahkan orang lain lakukan terhadapnya.

Kasus diatas hanyalah dua dari berbagai kasus lainnya. Harusnya ini membuat kita sadar bahwa memang telah terjadi ketidakseimbangan di tengah-tengah kita.

Gerakan-gerakan yang menyuarakan kesetaraan sebetulnya tidak hanya menyuarakan keadilan bagi perempuan, tetapi juga menyuarakan keadilan bagi setiap orang, termasuk laki-laki jika ia memang terdiskriminasi dan termarjinalkan.

Sebab selama ini perempuan tidak bermaksud menjadi kaum yang superior, tetapi kaum yang sejajar kedudukannya dengan laki-laki yang memiliki hak yang sama untuk diberikan ruang dan perlakuan yang adil.

Kesetaraan yang selama ini dituntut membawa misi keseimbangan dan keadilan, dimana setiap manusia mempunyai hak asasi yang sama.

Melalui tulisan ini saya ingin meluruskan mispersepsi yang selama ini terjadi.

Seseorang yang vokal menyuarakan kesetaraan sama sekali tidak ingin meninggikan atau merendahkan salah satu pihak, ia hanya ingin mengedukasi kepada laki-laki agar memahami bahwa setiap orang perlu diberikan ruang, peluang dan hak yang sama, juga ingin mengedukasi terkhusus kepada sesama perempuan agar menjadi perempuan yang berani dan merasa layak menyuarakan haknya. Beberapa perempuan harus diberikan edukasi dan disadarkan bahwa dunia terlalu keras jika hanya mengandalkan kecantikan. Perempuan haruslah cerdas, berdikari dan berdaya.

Laki-laki maupun perempuan harus sama-sama saling mendukung agar keduanya sama-sama maju dan berkembang dalam menggali potensi diri dan meraih segala yang dicita-citakan tanpa merendahkan, menjatuhkan dan merugikan salah satu pihak.


Cikarang, 2 April 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Hukum Acara Perdata (M. Yahya Harahap, S.H.)

Nama: Abdul Rozzaq Annur Kurniawan Syawal  Prodi: Hukum Ekonomi Syariah  Judul buku : Hukum Acara Perdata Penulis : M. Yahya Harahap,S.H. Tebal buku : 1018 halaman Tahun terbit : 2019 Buku ini menjelaskan semua poin-poin penting yang harus seseorang ketahui ketika sedang mempelajari hukum acara perdata, di dalamnya memuat hal-hal penting dan buku ini bisa menjadi refrensi penunjang bagi para penggiat ataupun mahasiswa yang akan menjadi atau memiliki gelar Sarjana Hukum {S.H}. Dalam buku ini terdapat 17 bab dengan pembahasan nya tersendiri, pembagian nya antara lain, yaitu : ruang lingkup suara khusus, gugatan permohonan atau gugatan voluntair, ruang lingkup permasalahan gugatan kontentiosa, masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berjalan, lingkup gugatan citizens lawsuit, preejudicieel geschil, gugatan perwakilan kelompok, kekuasaan mengadili, tatacara pengadilan dan proses mendahuluinya, putusan akta perdamaian dalam rangka sistem mediasi, penyitaan, proses ac...

Perempuan dengan Tantangan dan Kemajuan

  Oleh : Putri Nilam Cahya Ramadan Direktur Lembaga Kepenulisan STAI Haji Agus Salim Sebagai perempuan yang menyadari betul seberapa pentingnya peran yang kita miliki, tentu saja tidak lepas dari banyaknya tantangan yang harus di hadapi, tidak sedikit pula stigma negatif di dalam masyarakat yang masih memandang perempuan sebagai makhluk nomer dua, di anggap bertentangan dengan tradisi, di nilai tidak layak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki laki, ruang gerak yang cenderung di persempit, serta di anggap tidak pantas berkontribusi dalam berbagai bidang. Kalau kata mba Najwa Sihab “Harga diri tidak di tentukan oleh oranglain melainkan berdasarkan pengenalan atas diri sendiri, tau kekuatan dan kekurangan sendiri.” Tidak ada yang lebih mengenal diri kita sebagai perempuan kalau bukan kita sendiri, oleh karena itu menjadi sangat penting bagi perempuan untuk bisa berdaya dan mempu berdiri di kaki sendiri tanpa bergantung pada siapapun. Hal ini di perkuat dengan i...

Mengulik Falsafah Puasa Menurut Aristoteles

  Oleh : Rifky Nurkarim (Anggota Wakil Ketua 1 Bidang Kaderisasi) Puasa adalah sebuah perjalanan spiritual yang menyucikan jiwa dan merenungkan rahmat-Nya. Menahan diri dari makan dan minum, berpuasa bukan sekadar menahan perut yang lapar. Tetapi sebuah latihan untuk menguasai diri, dan menggapai puncak kebahagiaan yang sejatinya bisa dirasakan oleh semua orang disetiap detik yang kita tahan, kita temukan kekuatan dalam kesederhanaan. Puasa mengajarkan arti kesabaran dan menguatkan ikatan batin dengan Sang Pencipta. Dalam sahur dan berbuka, kita berkumpul, berbagi nikmat dalam kebersamaan yang indah. Puasa mempersatukan hati yang penuh gembira dan menyuburkan kasih yang tiada tara. Berbicara tentang puasa ada pandangan tersendiri menurut Aristoteles, seorang filosof yang lahir pada tahun 384 SM di Stagria, sebuah kota di Thrace Yunani. Dalam perspektifnya Aristoteles berpendapat bahwa puasa merupakan metode untuk mencapai kebahagiaan yang ditawarkan oleh agama Islam. Karena d...