Langsung ke konten utama

Keunggulan Ber-ma'rifatillah


Oleh : Alvin Siregar

(Kader PMII STAI Haji Agus Salim Cikarang)

Tsamrotul Ma'rifah (buah mengenal Allah) ada tiga, yaitu: 

1. Malu kepada Allah 

Malu ini adalah sifat dimana batas keimanan seseorang terhadap siapa yang di cintainya, sehingga ketika dirinya melalukan sebuah keburukan maka ia akan malu terhadap kekasihnya.

2. Cinta kepada Allah

Segala sesuatu itu pasti ada timbal baliknya, seperti di dalam qoul ulama :

"Barangsiapa yang menanam maka ia akan menuai" 

Ketika kita menanamkan kecintaan terhadap Allah SWT, maka niscaya kita akan menuai hasil dari kecintaan tersebut.

3. Dan kerasan bersama Allah".

Kerasan dimaknai bukan kekerasan ya hehehe, tapi krasan dalam KBBI itu bermakna "merasa senang, nyaman"

Kerasan bersama Allah ialah sikap senang dan merasa nyaman terhadap Allah sebagai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sikap ini merupakan akibat dari kemampuan seseorang untuk menghayati ke-Indahan Allah Ta'ala.

Rasulullah SAW bersabda:

"Mahabbah itu pangkal dari ma'rifah (mengenal Allah), dan iffah itu adalah tanda adanya keyakinan, sedangkan pangkal keyakinan yakni taqwa dan rela terhadap taqdir yang Allah berikan".

Mahabbah (cinta kepada Allah) menjadi pangkal ma'rifah (mengenal Allah), karena ketika seseorang mencintai sesuatu nicaya ia akan menjadi hamba sesuatu tersebut. Sebagaimana dalam dunia tasawuf dikenal adanya tiga jenjang tingkatan seseorang dalam berma'rifat :

1. Jenjang syariat, yaitu jenjang beribadah kepada Allah, karena memang ibadah inilah yang merupakan tujuan syariat. Sedang syariat itu sendiri menurut para Ahli Fiqih adalah hukum-hukum yang dipaparkan oleh Allah kepada dan untuk kita semua.

2. Jenjang thariqat, yaitu suatu tingkatan dimana dengan ilmu dan amal perbuatannya seseorang hanya menuju Allah (bukan pahala Allah).

3. Tingkat ma'rifat, yaitu mengetahui aspek-aspek batiniah dalam semua perkara. Ma'rifat ini merupakan buah dari syariat.

Ditingkatan manakah kita berada dalam ber-ma'rifat? Dan apakah sudah kita ber-ma'rifat

Saya jadi ingat di dalam kitab Kifayatul Awam, kitab ini menjelaskan tentang tauhid, dan di awalnya di jelaskan bahwasannya seseorang yang tidak ber-ma'rifat maka ia kafir.

Jangan salah penafsiran, bahwa sesungguhnya manusia awam yang sudah mengenal nama "Allah" itu sudah ber-ma'rifat.

Dikutip dari kitab Nashoihul Ibad dan Kifayatul Awam 


Sabtu, 30 April 2022 M/28 Ramadhan 1443 H

Komentar

  1. masyaallah tabarokallah...semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita bersama. setidak"nya untuk refleksi memperbarui keimanan kita terhadap dzat sang kekasih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Hukum Acara Perdata (M. Yahya Harahap, S.H.)

Nama: Abdul Rozzaq Annur Kurniawan Syawal  Prodi: Hukum Ekonomi Syariah  Judul buku : Hukum Acara Perdata Penulis : M. Yahya Harahap,S.H. Tebal buku : 1018 halaman Tahun terbit : 2019 Buku ini menjelaskan semua poin-poin penting yang harus seseorang ketahui ketika sedang mempelajari hukum acara perdata, di dalamnya memuat hal-hal penting dan buku ini bisa menjadi refrensi penunjang bagi para penggiat ataupun mahasiswa yang akan menjadi atau memiliki gelar Sarjana Hukum {S.H}. Dalam buku ini terdapat 17 bab dengan pembahasan nya tersendiri, pembagian nya antara lain, yaitu : ruang lingkup suara khusus, gugatan permohonan atau gugatan voluntair, ruang lingkup permasalahan gugatan kontentiosa, masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berjalan, lingkup gugatan citizens lawsuit, preejudicieel geschil, gugatan perwakilan kelompok, kekuasaan mengadili, tatacara pengadilan dan proses mendahuluinya, putusan akta perdamaian dalam rangka sistem mediasi, penyitaan, proses ac...

Perempuan dengan Tantangan dan Kemajuan

  Oleh : Putri Nilam Cahya Ramadan Direktur Lembaga Kepenulisan STAI Haji Agus Salim Sebagai perempuan yang menyadari betul seberapa pentingnya peran yang kita miliki, tentu saja tidak lepas dari banyaknya tantangan yang harus di hadapi, tidak sedikit pula stigma negatif di dalam masyarakat yang masih memandang perempuan sebagai makhluk nomer dua, di anggap bertentangan dengan tradisi, di nilai tidak layak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki laki, ruang gerak yang cenderung di persempit, serta di anggap tidak pantas berkontribusi dalam berbagai bidang. Kalau kata mba Najwa Sihab “Harga diri tidak di tentukan oleh oranglain melainkan berdasarkan pengenalan atas diri sendiri, tau kekuatan dan kekurangan sendiri.” Tidak ada yang lebih mengenal diri kita sebagai perempuan kalau bukan kita sendiri, oleh karena itu menjadi sangat penting bagi perempuan untuk bisa berdaya dan mempu berdiri di kaki sendiri tanpa bergantung pada siapapun. Hal ini di perkuat dengan i...

Mengulik Falsafah Puasa Menurut Aristoteles

  Oleh : Rifky Nurkarim (Anggota Wakil Ketua 1 Bidang Kaderisasi) Puasa adalah sebuah perjalanan spiritual yang menyucikan jiwa dan merenungkan rahmat-Nya. Menahan diri dari makan dan minum, berpuasa bukan sekadar menahan perut yang lapar. Tetapi sebuah latihan untuk menguasai diri, dan menggapai puncak kebahagiaan yang sejatinya bisa dirasakan oleh semua orang disetiap detik yang kita tahan, kita temukan kekuatan dalam kesederhanaan. Puasa mengajarkan arti kesabaran dan menguatkan ikatan batin dengan Sang Pencipta. Dalam sahur dan berbuka, kita berkumpul, berbagi nikmat dalam kebersamaan yang indah. Puasa mempersatukan hati yang penuh gembira dan menyuburkan kasih yang tiada tara. Berbicara tentang puasa ada pandangan tersendiri menurut Aristoteles, seorang filosof yang lahir pada tahun 384 SM di Stagria, sebuah kota di Thrace Yunani. Dalam perspektifnya Aristoteles berpendapat bahwa puasa merupakan metode untuk mencapai kebahagiaan yang ditawarkan oleh agama Islam. Karena d...