Mengulik Falsafah Puasa Menurut Aristoteles

 



Oleh : Rifky Nurkarim (Anggota Wakil Ketua 1 Bidang Kaderisasi)

Puasa adalah sebuah perjalanan spiritual yang menyucikan jiwa dan merenungkan rahmat-Nya. Menahan diri dari makan dan minum, berpuasa bukan sekadar menahan perut yang lapar. Tetapi sebuah latihan untuk menguasai diri, dan menggapai puncak kebahagiaan yang sejatinya bisa dirasakan oleh semua orang disetiap detik yang kita tahan, kita temukan kekuatan dalam kesederhanaan. Puasa mengajarkan arti kesabaran dan menguatkan ikatan batin dengan Sang Pencipta. Dalam sahur dan berbuka, kita berkumpul, berbagi nikmat dalam kebersamaan yang indah. Puasa mempersatukan hati yang penuh gembira dan menyuburkan kasih yang tiada tara.

Berbicara tentang puasa ada pandangan tersendiri menurut Aristoteles, seorang filosof yang lahir pada tahun 384 SM di Stagria, sebuah kota di Thrace Yunani. Dalam perspektifnya Aristoteles berpendapat bahwa puasa merupakan metode untuk mencapai kebahagiaan yang ditawarkan oleh agama Islam. Karena dalam berpuasa pasti merasakan kesengsaraan dari hawa nafsunya dan setelah itu terlewati maka didapatlah kebahagiaan.

“Setiap manusia melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan terakhir, tujuan terakhir tersebut adalah kebahagiaan.” -Aristoteles

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebahagiaan adalah kesenangan dan ketenteraman hidup lahir batin. Sedangkan menurut Webster kebahagiaan adalah kesejahteraan yang ditandai dengan emosi mulai sering merasakan kesenangan, merasa puas dan senang dengan pengalaman.

Seperti yang sudah coba kita bahas dan cari tau, ada korelasi tentang kebahagiaan dan ibadah puasa di bulan ramadan dalam perspektifnya Aristoteles bahwa manusia memiliki tujuan yang sama dalam hidupnya dan yang mereka lakukan dalam kesehariannya tidak lain adalah untuk tujuan yang lain. Seperti contoh seseorang yang berpuasa untuk mendapatkan pahala, dan pahala itu sendiri menjadi tabungan kelak di Akhirat. Aristoteles berpendapat bawa ada tujuan tertinggi yang melatar belakangi semua yang mereka lakukan. Tujuan tersebut merupakan tujuan terakhir dan sama seperti ibadah puasa di bulan Ramadan yang sedang kita jalani.

Adapun beberapa contoh kebahagiaan yang bisa kita dapatkan ketika menjalani ibadah puasa adalah :

1.      Belajar untuk tidak memamerkan kemuliaan di dalam diri kita karena puasa sifatnya tertutup, tidak terlihat oleh orang lain apabila ibadah puasa mampu seseorang tutupi dari pandangan orang lain maka itu menjadi kebahagiaan tersendiri baginya.

2.      Secara biologis, melaksanakan puasa mampu meningkatkan kesehatan seseorang, kesehatan merupakan indikator untuk mencapai kebahagiaan maka puasa dapat digolongkan ke dalam salah satu indikator yang mampu mengantarkan pada kebahagiaan.

Kesimpulan

Dengan demikian, kesimpulan yang bisa diambil bahwa kebahagiaan saat berpuasa bukanlah kebahagiaan yang didasarkan pada kenikmatan jasmani semata, tetapi kebahagiaan yang mendalam,  dan abadi yang lahir dari ketaatan kepada prinsip-prinsip agama, pengembangan diri, dan kedekatan kepada Tuhan.

Terima kasih kepada seluruh anggota, kader, pengurus dan demisioner Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia STAI Haji Agus Salim Cikarang atas dedikasi dan kerja kerasnya dalam memperjuangkan nilai-nilai pergerakan. Begitu banyak kontribusi kalian dalam membangun kesadaran akan pentingnya membangun sebuah intelektualitas mahasiswa lewat karya tulisan dan tak lupa pula saya meminta maaf atas kesalahan dalam penulisan karna hakikat nya kebenaran hanya milki Tuhan semata. Semoga perjuangan kalian terus menyala dan menginspirasi generasi selanjutnya.

 

Mustahil adanya perubahan tanpa didasari pergerakan. 

Tangan terkepal dan maju kemuka.

 

Wallahul Muwaffieq ilaa Aqwamith-thorieq 

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 Keistimewaan Orang Berpuasa

Ramadan Segera Berakhir, Sedih atau Senang?

Sholat Tarawih, hukum hingga do’a kamilin